biografi nelson mandela singkat

Bagi kamu yang senang belajar tentang sejarah, tentang kemanusiaan, perdamaian juga tentang kisah biografi tokoh -tokoh dunia yang inspiratif, tentunya kamu tahu tentang Nelson Mandela bukan? Walau pun hanya mengenal sekilas, tapi nama Nelson Mandela sudah cukup dikenal oleh masyarakat dunia internasional.

Ia dikenal sebagai tokoh pejuang kemanusiaan yang membebaskan rakyatnya dari pengaruh politik apartheid atau perbedaan gender. Sikapnya dikenal begitu bijak sehingga pantaslah ia menjadi idola banyak orang.



Bagi kamu yang masih belum mengenal tentang sosok Nelson Mandela, tak usah khawatir. Berikut ini akan disajikan ulasan mengenai biografi Nelson Mandela, sosok inspiratif yang siap menginspirasi kamu.
biografi nelson mandela singkat

Profil Nelson Mandela

Mempelajari biografi Nelson Mandela tentu belum lengkap bila tak mengetahui profil Nelson Mandela. Nelson Mandela terlahir dengan nama Rolihlahla Mandela, tepatnya pada tanggal 18 Juli 1918. Ia dilahirkan di sebuah desa kecil di Mvezo, di tepian sungai Mbashe di Transkei, Afrika Selatan.

Nama “Rolihlahla” pada literatur bahasa Xhosa, diartikan sebagai “menarik ranting pohon”, tapi secara umum lebih sering diterjemahkan sebagai “pembuat masalah”. Hmm, cukup aneh juga ya?

Rolihlahla Mandela adalah putra dari seorang ayah yang merupakan pemimpin. Ia adalah penasehat dari para kepala suku selama beberapa tahun. Sayang, ia kehilangan pengaruh dan pengakuannya sebagai pemimpin lantaran suatu konflik dengan hakim kolonial.

Ketika itu, Mandela masih bayi. Karena ayahnya telah kehilangan statusnya, maka ia sekeluarga pun berpindah ke wilayah Qunu. Qunu adalah sebuah desa yang lebih kecil dari desanya sebelumnya, dan terletak di utara Mvezo. Sebuah desa yang terletak di perbukitan rendah.

Di desa tersebut, masih belum ada jalan -jalan yang dibangun. Yang ada hanyalah jalan setapak kecil. Mereka tinggal di sebuah gubuk kecil. Di sana, mereka juga bertani dan menanam aneka kebutuhan pangan untuk dinikmati sendiri.

Masa Kecil Nelson Mandela

Seorang kawan ayah Rolihlahla Mandela menyarankan agar Mandela dibaptis di Gereta Metodis. Kemudian, ia pun bisa mendapatkan pendidikan di sekolah. Mandela pun menjadi orang pertama dari keluarga itu yang menghadiri sekolah.

Ternyata, sistem pendidikan Inggris yang ada di Afrika Selatan terbilang rumit. Karenanya, guru Mandela kala itu meminta Mandela agar mengganti nama Rolihlahla, menjadi “Nelson”. Itulah kali pertama Rolihlahla Mandela berubah menjadi Nelson Mandela.

Kemudian, saat Mandela berusia 9 tahun, ayahnya meninggal dunia karena penyakit paru -paru. Kematian ayahnya ini ternyata membuat kehidupan Mandela berubah drastis. Setelah kepergian ayahnya, ia diadopsi oleh Chief Jongintaba Dalindyebo. Jongintaba Dalindyebo adalah seorang bupati dari masyarakat Thembu.

Jongintaba mengadopsi Mandela sebagai bentuk terima kasih terhadap ayah Mandela. Sebab, berkat jasa ayah Mandela pula, Jongintaba dapat diangkat sebagai seorang pemimpin. Karena telah diadopsi, Mandela pun berpindah dari desa Qunu menuju Mqhekezweni, ibukota provinsi dari Thembuland. Di tempat itulah, tempat tinggal Jongintaba berada.

Di sana, Mandela mendapatkan status dan perlakukan yang setara dengan dua anak kandung dari Jongintaba yang lain, yakni Justice anak pertamanya, dan Numafu, anak keduanya. Mandela pun juga bisa menikmati pendidikan. Ia belajar bahasa Inggris, Xhosa, sejarah, dan geografi.

Dalam proses pembelajaran inilah, Mandela begitu antusias untuk mempelajari sejarah Afrika. Mandela mempelajari sejarah tentang bagaimana orang -orang Afrika pernah mengalami masa -masa yang damai. Namun, kedatangan para kaum kulit putih ini merubah masa -masa damai ini.

Dia mendapatkan cerita bahwa, pada awalnya, orang -orang di Afrika Selatan hidup dengan damai dan bersahabat. Bahkan, mereka menyambut baik kaum kulit putih yang datang ke Afrika Selatan. Sayangnya, ketika para kulit hitam membagi tanah air mereka dengan para kulit putih, para kaum kulit putih ini justru mengambil segala yang ada.

Masa Remaja Mandela

Ketika Mandela berusia 16 tahun, Mandela mengikuti sebuah ritual tradisional bersama dengan 25 anak lelaki lainnya. Ritual ini dilakukan sebagai tanda bahwa dia telah menjadi dewasa. Pada ritual tersebut, Chief Meligqili menyampaikan pidatonya. Ia mengatakan bahwa tanah kaum kulit hitam telah berada di bawah kekauasaan kaum kulit putih.

Ia pun meminta agar para pemuda ini berjanji untuk tidak melakukan perjuangan sia -sia dalam kehidupan. Tugas para kulit hitam adalah untuk melayani para kulit putih. Namun, alih -alih mengamininya. Mandela kemudian justru menyatakan kepada Chief Meligqili bahwa ia akan melakukan perjuangan demi kemerdekaan Afrika Selatan.

Pendidikan Mandela

Mandela dewasa kemudian dapat bergabung di kantor pejabat sebagai seorang penasihat ketua. Ia bisa mendapatkan posisi ini berkat panduan dari ayah angkatnya, Jongintaba. Mandela memang terkenal sebagai seorang yang cerdas ketika bersekolah di Wesleyan mission school, the Clarkebury Boarding Institute dan Wesleyan College. Dia bahkan selalu mendapatkan prestasi akademis yang terbaik.

Kemudian, di tahun 1939, Mandela melanjutkan pendidikannya di University College of Fort Hare. Universitas ini adalah satu -satunya pilihan bagi Mandela karena hanya universitas ini pula yang dapat menerima kaum kulit hitam untuk belajar di perguruan tinggi. Selain itu, universitas Fort Hare juga telah terhitung sebagai universitas paling ternama di Afrika.

Di tahun pertamanya kuliah, Mandela mengambil pelajaran yang terfokus pada hukum Romawi Belanda. Kemudian di tahun keduanya, dia terpilih sebagai dewan perwakilan mahasiswa (SRC/ Student Representatif Council).

Akan tetapi, tak lama menjabat, ia mengundurkan diri sebagai bentuk protes terhadap ketidakpuasan mahasiswa akan kebijakan SRC. Melihat keputusan itu, pihak kampus pun menskors Mandela sekaligus memberikannya ultimatum agar ia patuh dalam melayani SRC jika masih ingin melanjutkan pendidikannya.

Perjuangan untuk Afrika Selatan Tanpa Kekerasan

Setelah mendapat skors, Mandela pun pulang ke rumah. Ketika ia kembali di rumahnya, Mandela dikejutkan oleh suatu pengumuman mendadak yang dibuat Regent Jongintaba. Jongintaba mengumumkan bahwa ia ingin menggelar pernikahan bagi putra angkatnya, yakni Mandela.

Niat Jongintaba sebetulnya memang baik. Ia ingin agar kehidupan Mandela benar -benar tertata dengan baik. Akan tetapi, Mandela yang belum siap akan keputusan itu memilih untuk melarikan diri dari rumahnya. Ia lalu tinggal di Johannesburg.

Di Johannesburg, Mandela melakukan berbagai pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri. Bahkan, ia juga sempat bekerja sebagai seorang penjaga dan juga seorang pegawai toko. Sembari bekerja, Mandela tak melupakan pendidikannya. Ia menyelesaikan gelar sarjananya melalui kursus penyesuaian. Setelah itu, ia lanjut belajar hukum di University of Witwatersrand Johannesburg.

Rupanya, pilihannya untuk belajar hukum punya tujuan tertentu. Ia masih sangat ingat tentang kisah -kisah sejarah Afrika Selatan yang pernah begitu damai sebelum kedatangan kaum kulit putih. Menurutnya, kondisi negaranya kini adalah suatu hal yang tidak adil. Bagaimana mungkin rakyat Afrika Selatan tidak punya hak atas tanahnya sendiri.

Dengan bekal tekad dan kuat serta pengetahuan yang dimilikinya, Mandela segera menjadi sosok yang begitu aktif. Ia aktif dalam pergerakan sosial anti apartheid. Mandela bahkan bergabung dalam Kongres Nasional Afrika pada tahun 1942.

Tak hanya itu, Mandela juga bergabung bersama kelompok pemuda lain untuk membentuk African National Congress Youth League (ANC Youth League). Tujuannya adalah untuk membentuk pergerakan akar rumput dan mengumpulkan kekuatan dari jutaan pekerja yang merasa tertekan oleh rezim yang sedang berlangsung.

Pada tahun 1949, ANC sudah melakukan pergerakan dengan begitu matang. Ia melakukan metode pergerakan dengan cara boycott, pemogokan, ketidaktaatan sipil dan tidak bekerja sama dengan segala bentuk kebijakan yang tidak sesuai dengan kepentingan mereka. Mereka menolak berbagai hal yang dianggap merugikan, seperti retribusi tanah yang terlalu tinggi, hak perdagangan, kebebasan dalam menikmati pendidikan bagi seluruh anak -anak yang “tinggal” di Afrika.

Meskipun melakukan pergerakan untuk melawan pemerintah, tapi ada yang spesial dari perjuangan Mandela ini. Selama 20 tahun ia berjuang untuk Afrika, ia selalu melakukan semua tuntutannya secara damai. Dia tidak pernah sekali pun melakukan atau memprovokasi aksi kekerasan. Ia bahkan tidak pernah meminta rakyat kulit hitam untuk melawan pemerintahan di Afrika Selatan atas dasar rasisme.

Prinsip nir-kekerasan (anti-kekerasan) ini selalu dipegang teguh dalam langkah perjuangan Mandela bersama kelompoknya. Prinsip ini pun juga diterapkan pada Kampanye Penentangan di tahun 1952, dan juga ketika Kongres Rakyat tahun 1955.

Karena prinsip -prinsip dari pergerakannya inilah, Mandela jadi begitu disukai banyak pejuang kulit hitam sebagai sosok pahlawan. Namanya pun mulai dikenal di seluruh kalangan kulit putih dan pemerintahan Afrika Selatan. Bukan sebagai sosok pahwalan, tapi sebagai sosok ancaman. Bahkan, masyarakat internasional juga mulai mengenal nama Mandela dan perjuangannya.

Salah satu bentuk lain dari perjuangan Mandela adalah dengan membentuk suatu lembaga bantuan hukum. Ia mendirikan lembaga tersebut bersama Oliver Tambo. Tambo merupakan siswa brilian yang ditemukan Mandela ketika kuliah di Fort Hare. Firma hukum yang dibentuk mereka menyediakan bantuan hukum gratis kepada para kulit hitam yang memang selama ini tidak pernah mendapatkan hak pembelaan dalam hukum.

Masuk Penjara

Di tahun 1956, Mandela ditangkap bersama dengan 150 orang lain. Tuduhannya adalah pemberontakan melalui pembelaan politik yang dilakukannya. Meski sempat ditangkap, tapi mereka dengan segera dilepaskan lagi.

Perjuangan Mandela untuk kemerdekaan Afrika Selatan pun terus berlanjut. Namun, kali ini ia masih harus menghadapi tantangan dari kawan sebangsanya sendiri, yakni para Kelompok ‘Africanist’. Kelompok ini terdiri dari para aktivitas kulit hitam yang juga bertujuan untuk kemerdekaan Afrika Selatan.

Akan tetapi, mereka yakin bahwa metode pasif yang dilakukan ANC sangat tidak efektif. Bagi mereka, pergerakan aktif harus dilakukan, meski dengan kekerasan. Tak lama kemudian, Africanist benar -benar melakukan pemberontakan dan mengacaukan jalannya Kongres Pan-Africanist.

Ternyata, pergerakan Africanist ini berdampak buruk pula bagi ANC. Di tahun 1959, ANC kehilangan banyak pendukung militannya. Banyak anggota kelompoknya yang sependapat dengan Africanist dan memilih meninggalkan perjuangan dengan prinsip nir-kekerasan.

Sayang, tahun 1961, Mandela yang senantiasa memegang teguh prinsip nir-kekerasan, nyatanya juga mulai meyakini bahwa perjuangan senjata sepertinya memang jadi satu -satunya jalan untuk perubahan. Karenanya, ia membentuk ‘Umkhonto we Sizwe’ yang juga dikenal sebaai MK. MK adalah kelompok bersenjata cabang ANC yang bertugas untuk melakukan sabotase dan taktik perang gerilya. Tujuannya sama, yakni mengakhiri apartheid.

Di tahun 1961 pula, Mandela mempelopori gerakan mogok pekerja nasional selama tiga hari. Karenanya, keesokan harinya Mandela ditangkap. Dia diadili dan dihukum penjara 5 tahun. Namun, di tahun 1963, Mandela kembali dituntut di muka pengadilan.

Kali ini, ia disidang bersama dengan 10 pemimpin ANC lainnya. Hasil keputusannya adalah penjara seumur hidup atas dasar pembangkangan politik dan juga sabotase.

Kemudian, selama 18 tahun berikutnya dari total 27 tahun waktunya di penjara, ia dikurung di Pulau Robben. Penjara Pulau Robben adalah sebuah penjara yang terkenal dengan kebrutalannya. Di sana, ia ditempatkan dalam sebuah sel kecil tanpa tempat tidur tanpa pipa air. Ia bahkan harus menerima berbagai hukuman yang tidak manusiawi.

Ketika di penjara, Mandela menderita tuberculosis. Tapi, sebagai tahanan kulit hitam, ia tetap harus mendapatkan perlakuan paling rendah sebagai pekerja penjara.

Hebatnya, meski dalam penjara, Mandela masih bisa meraih gelar Bachelor of Law degree dari University of London melalui program penyesuaian.

Konspirasi Pembunuhan Mandela

Di tahun 1981, menurut sebuah memoar dari intelegent Afrika Selatan, Gordon Winter. Pemerintah Afrika Selatan berencana untuk membuat Mandela melarikan diri dari penjara. Jadi, pemerintah bisa menembak mati Mandela sebagai upaya untuk penangkapannya. Namun, ternyata rencana ini didengar oleh Intelegent Inggris yang kemudian sukses menggagalkan konspirasi ini.

Rupanya, pemerintah Afrika Selatan menganggap Mandela sebagai suatu ancaman. Sebab, meski masih di penjara, Mandela tetap menjadi simbol dari kekuatan kulit hitam untuk melawan apartheid. Bahkan, di luar penjara, muncul gerakan kampanye internasional untuk membebaskan Mandela.

Ternyata, kampanye ini mendapatkan dukungan yang begitu banyak dari kalangan internasional. Ini menunjukkan bahwa Mandela masih memiliki pengaruh besar. Kenyataan bahwa Mandela juga memiliki dukungan dari komunitas politik global, semakin membuat pemerintah Afrika Selatan merasa terancam.

Di tahun 1982, Mandela dan pemimpin ANC lain dipindahkan penjara Pollsmoor. Pemindahan ini bertujuan agar para pemimpin ANC ini lebih mudah dalam berhubungan dengan pemerintah Afrika Selatan.

Tahun 1985, Presiden Afrika Selatan, P.W. Botha menawarkan kebebasan pada Mandela. Syaratnya, Mandela harus meninggalkan perjuangan melawan pemerintah Afrika Selatan. Dengan keteguhan hati Mandela, ia segera menolak tawaran tersebut.

Tapi, tekanan dari rakyat dan pihak internasional terus meminta pembebasan Mandela. Pemerintah dan Mandela pun sempat beberapa kali melakukan perundingan, tapi tak pernah ada kesepakatan yang dihasilkan.

Sampai suatu ketika, Presiden Botha terkena stoke dan digantikan oleh Frederik Willem de Klerk. Baru setelah kepemimpinan Presiden de Klerk inilah, Mandela dinyatakan bebas, tepat pada tanggal 11 Februari 1990. Rupanya, de Klerk memiliki pandangan yang berbeda dari pemerintahan sebelumnya.

Bahkan, de Klerk juga membuat berbagai kebijakan lain yang berbeda dari pemerintahan sebelumnya. Ia tidak lagi melarang pergerakan ANC, pembatasan terhadap kelompok -kelompok politik dihapuskan, serta menghentikan eksekusi.

Setelah Bebas dari Penjara

Setelah terbebas dari penjara, Nelson Mandela segera meminta agar pihak asing mengurangi tekanannya terhadap pemerintahan Afrika Selatan untuk reformasi konstitusional. Mandela juga menyatakan bahwa ia akan melakukan perjuangan dengan damai.

Namun, ia tetap mendeklarasikan bahwa kekuatan bersenjata ANC akan tetap bertahan, kecuali bila kaum kulit hitam mendapatkan hak untuk memilih.

Di tahun 1991, Mandela terpilih sebagai presiden dari African National Congress (ANC). Kemudian, ia pun melanjutkan negosiasinya dengan Presiden F.W. de Klerk. Mandela meminta agar Afrika Selatan menjalankan pemilihan umum pertama dengan peserta dari berbagai ras.

Sebetulnya, para kaum kulit putih di Afrika Selatan sudah bersedia untuk berbagai kekuatan. Tapi, banyak dari kaum kulit hitam yang menginginkan pemindahan kekuasaan secara penuh. Negosiasi berlangsung begitu alot. Sementara itu, terdengar kabar gerakan kekerasan, serta pembunuhan seorang pemimpin ANC, Chris Hani.

Suasana politik Afrika Selatan pun semakin kacau. Mandela harus menangani kekacauan ini dan menyeimbangkan tekanan politik dan tetap melakukan negosiasi secara intens dengan pemerintah sekaligus dengan para demonstran.

Menerima Nobel Perdamaian

Bersama dengan de Klerk, Mandela memang tengah berupaya menghapuskan apartheid yang selama ini berlangsung di Afrika Selatan. Rupanya, perjuangan ini membuat kedua tokoh ini mendapatkan hadiah nobel perdamaian di tahun 1993.

Tahun berikutnya, pada tanggal 27 April 1994, akhirnya Afrika Selatan resmi mengadakan pemilihan demokrasi pertama mereka, yang melibatkan kulit putih dan kulit hitam. Dalam pemilihan tersebut, Mandela terpilih sebagai presiden kulit hitam pertama di Afrika Selatan.

Ia dinobatkan sebagai presiden di usianya yang ke -77, pada tanggal 10 Mei 1994. Sementara de Klerk kemudian menjabat sebagai wakilnya.

Di tahun 1994, Mandela mempublikasikan autobiografinya, yang diberi judul “Long Walk to Freedom” atau Jalan Panjang Menuju Kemerdekaan”. Autobiografi ini ditulisnya secara rahasia selama dia berada di penjara. Di tahun berikutnya, Mandela dianugerahi “Order of Merit”. Atau bintang tanda jasa.

Sebagai Presiden Kulit Hitam Pertama Afrika Selatan

Dari tahun 1994 hingga Juni 1999, Mandela menjabat sebagai presiden Afrika Selatan. Seorang presiden kulit hitam pertama di Afrika Selatan. Presiden pertama pula setelah politik apartheid yang rasisme dihapuskan dari bumi Afrika Selatan.

Selama menjadi presiden, Mandela bekerja keras untuk melakukan transisi dari kepemerintahan minoritas dan apartheid menjadi kepemerintahan yang didominasi oleh kulit hitam. Mandela memanfaatkan antusiasme masyarakat terhadap olahraga sebagai tonggak untuk mempromosikan rekonsiliasi antara kulit hitam dan kulit putih.

Di tahun 1995, Afrika Selatan bahkan sudah bisa menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan Rugby World Cup. Dengan penyelenggaraan olahraga ini, rekonsiliasi pun berlangsung semakin baik. Selain itu, para pemuda di Afrika Selatan juga semakin bersemangat.

Di bawah pemerintahannya, Mandela juga selalu melindungi kepentingan ekonomi negaranya. Ia mencegah berbagai kemungkinan jatuhnya ekonomi Afrika Selatan. Melalui program rekonstruksi dan pembangunan, pemerintah Afrika Selatan membuka berbagai lapangan kerja baru, perumahan, dan juga menyediakan layanan kesehatan.

Di tahun 1996, Mandela meratifikasi konstitusi nasional yang baru. Ia pun telah sukses menciptakan pemerintahan pusat yang kuat. Sama seperti prinsip perjuangannya dulu, ia selalu mengedepankan perdamaian. Di bawah pemerintahannya, hak -hak kaum minoritas dan kaum mayoritas dianggap setara. Selain itu, kebebasan untuk berekspresi juga dijamin pemerintah.

Pensiun dari dunia politik

Di tahun 1999, setelah masa jabatannya sebagai presiden usai, Mandela memutuskan untuk pensiun dari dunia politik. Dia kemudian mulai membangun bisnis. Ia juga mengumpulkan dana untuk membangun sekolah -sekolah dan klinik -klinik di Afrika Selatan, terutama di daerah -daerah pedesaan.

Kecintaannya terhadap Afrika Selatan terus ia pegang. Jadi, meski ia telah pensiun sebagai presiden dan mundur dari dunia politik, ia tetap berusaha membuat dirinya bermanfaat bagi bangsanya.

Tahun 2001, Mandela didiagnosa menderita kanker prostat. Karenanya, pada Juni 2004, di usianya yang ke 85, Mandela memutuskan untuk mundur juga dari hiruk pikuk kehidupan masyarakat. Ia kembali ke desa kecilnya, di Qunu.

Meski telah kembali ke desa kecilnya, tapi Mandela tetap merasa terpanggil untuk terlibat dalam usaha menjaga perdamaian, kali ini bukan hanya di Afrika Selatan, melainkan juga di dunia. Pada 18 Juli 2007, Mandela memanggail para pemimpin dunia untuk bertemu.

Di antara mereka ada Graca Machel, Desmond Tutu, Ela Bhatt, Gro Harlem Brundtland, Jimmy Carter, Kofi Annan, Li Zhaoxing, Mary Robinson dan Muhammad Yunus. Mereka semua berkumpul untuk membahas permasalahan dunia dan menamakan diri sebagai ‘The Elders” atau para tetua.

Pengaruh The Elders ternyata mampu membawa perdamaian dan hal positif lain di Asia, Timur Tengah, dan Afrika. Mereka melakukan promosi perdamaian dan kesetaraan gender, menghapuskan kekerasan, mempromosikan demokrasi dan mendukung inisiasi untuk mengatasi krisis kemanusiaan. Selain itu, Mandela pun melakukan kampanye untuk melawan AIDS, sebuah penyakit yang membunuh putranya sendiri, Makgatho, di tahun 2005.

“It is in your hands” – Mandela Day quote

Nelson Mandela Meninggal Dunia

Biografi Nelson Mandela yang begitu panjang memang begitu penuh lika liku, tapi juga menarik. Di usianya yang begitu tua, peranannya terhadap dunia masih sangat terasa. Ia pun masih muncul dalam Piala Dunia di Afrika Selatan pada tahun 2010.

Momen itu pun menjadi kemunculan terakhirnya pada publik. Berikutnya, ia kembali ke desanya di Qunu, selatan Johannesburg. Masa tua Nelson Mandela rupanya penuh dengan rasa sakit. Nelson Mandela terserang infeksi paru -paru pada Januari 2011. Di awal tahun 2012, ia juga harus menjalani operasi di Johannesburg karena gangguan di perutnya. Beberapa kali Mandela harus menginap di rumah sakit karena berbagai penyakit.

Perhatian publik terhadap mantan presidennya ini ternyata masih begitu besar. Tahun 2013, karena penyakitnya yang semakin parah, masyarakat Afrika Selatan bahkan melakukan doa bersama bagi kesembuhan Nelson Mandela.

Namun sayang, pada tanggal 5 Desember 2013, di usia 95 tahun, Nelson Mandela menghembuskan nafas terakhir di rumahnya di Johannesburg.

Kisah perjalanan hidup Nelson Mandela memang begitu menarik. Biografi Nelson Mandela begitu menginspirasi banyak orang. Bahkan, setelah ia meninggal pun, ia tetap menjadi sosok inspiratif bagi perdamaian seluruh dunia.

Dalam pidatonya, Presiden Afrika kala itu, Zuma, menyampaikan warisan pemikiran hebat Mandela,

“Wherever we are in the country, wherever we are in the world, let us reaffirm his vision of a society … in which none is exploited, oppressed or dispossessed by another,” – Di mana pun kita di negara ini, di mana pun kita di dunia, biarkan kita menetapkan visinya dalam sebuah masyarakat … yang tiada seorang pun tereksploitasi, tertekan, atau dirampas oleh orang lainnya.

Sebagai bentuk penghargaan terhadap Mandela, setiap tanggal 18 Juli ditetapkan sebagai hari Mandela. Hari Mandela adalah hari internasional untuk mempromosikan perdamaian global.

Kehidupan Pribadi Mandela

Mengulas Biografi Mandela, kurang lengkap tanpa membahas bagaimana kehidupan pribadinya. Tentang pernikahannya, ia menikah sebanyak tiga kali. Pernikahan pertamanya adalah dengan Evelyn Ntoko Mase, yang berlangsung pada tahun 1944 sampai 1957.

Dari pernikahan pertamanya ini, Mandela mendapatkan empat anak, yakni Madiba Thembekile, Makgatho (meninggal tahun 2005), Makaziwe dan Maki.

Kemudian, di tahun 1985, Mandela menikahi Winnie Madikizela. Dengan pernikahan keduanya ini, ia mendapatkan lagi dua orang anak perempuan, yakni Zenani and Zindziswa. Mereka kemudian berpisah di tahun 1996.

Lalu, di tahun 1998, Mandela menikahi Graca Machel. Graca Machel adalah sosok wanita yang menemaninya sampai ia meninggal di tahun 2013.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

silahkan komentar