6 Cerita Sejarah Hari Sumpah Pemuda

Hari Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Hari Sumpah Pemuda adalah momen kita untuk tidak lagi terpecah-pecah oleh rasa kedaerahan.

Jika pada 1908 timbul kesadaran para pemuda untuk bangkit, maka pada 1928 muncul kesadaran untuk bersatu: bertanah-air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu.
Sejarah Hari Sumpah Pemuda

Ada beberapa fakta dan cerita unik dibalik peristiwa Sumpah Pemuda. Berikut adalah diantaranya:

1. Usia Pencetus Sumpah Pemuda Masih Muda

Rata-rata usia pemuda pada saat itu baru masuk 20-an, banyak pula yang di bawah 18 tahun. Mereka berasal dari berbagai latar belakang berbeda. Daerah asal mereka berbeda, suku mereka berbeda, pun agama mereka. Lantaran mengenyam pendidikan Belanda, mereka kebanyakan fasih berbahasa Belanda dan tentunya bahasa daerah masing-masing. Hanya segelintir yang lancar bahasa Melayu, bahasa pergaulan masa itu. Pada 1920-an, para pemuda ini terkotak-kotak menjadi anggota berbagai perkumpulan yang bersifat kedaerahan.

2. Kejahilan Para Pencetus Sumpah Pemuda

Para pencetus Sumpah Pemuda, yang umumnya mahasiswa, banyak tinggal di rumah kos-kosan di Jalan Kramat 106 yang kini disebut Museum Sumpah Pemuda.

Setiap malam, para mahasiswa berdiskusi tentang berbagai hal. Kalau sudah larut malam, biasanya pukul 1, saat sudah capek diskusi, para mahasiswa mengumpulkan uang untuk mencari kopi plus sate atau cari soto ke Pasar Senen. Acara diskusi pun berubah dari yang berat-berat ke yang ringan, “lebih mendekati soal-soal yang biasanya dekat ke hati pemuda,” kata Abu Hanifah, seorang pelaku Sumpah Pemuda pada 1977 di majalah Prisma. Yah, tak jauh soal wanita yang ditaksir seperti obrolan pemuda sekarang.

3. Mengakali Polisi Belanda

Sabtu, 27 Oktober 1928. Jarum jam menunjukkan pukul 19.45 ketika Soegondo Djojopoespito membuka Kongres Pemuda II. Soegondo pemimpin rapat yang tangkas dan banyak akal. Perlu diketahui, yang ikut rapat bukan cuma para pemuda, tapi juga diawasi langsung polisi Belanda. Pada satu kesempatan, polisi Belanda protes karena peserta rapat menggunakan kata “merdeka”, hal yang dilarang ketika itu.

Soegondo kemudian berkata, “Jangan gunakan kata ‘kemerdekaan’, sebab rapat malam ini bukan rapat politik dan harap tahu sama saja.” Hal itu disambut tepuk tangan riuh dan tawa hadirin.

4. Lagu “Indonesia Raya” Tanpa Syair

Semua orang pasti tahu saat Sumpah Pemuda untuk kali pertama diperdengarkan lagu yang kemudian jadi lagu kebangsaan kita: “Indonesia Raya”. Tapi pernahkah kita bertanya, kenapa saat itu tidak dinyanyikan lagu “Indonesia Raya” lengkap dengan syairnya?

Jawabnya masih ada hubungan dengan larangan polisi Belanda untuk menyebut kata “merdeka” dalam rapat. Maka yang terjadi, Minggu, 28 Oktober 1928, jelang penutupan rapat, seorang pemuda langsing bernama W.R. Soepratman menenteng biola mendekati pemimpin rapat Soegondo menyerahkan secarik kertas berisi syair lagu yang digubahnya.

Menangkap judul “Indonesia Raya” dan begitu banyak kata “merdeka” dan “Indonesia” di situ, Soegondo langsung melirik polisi Belanda yang tekun mengawasi kongres. Soegondo khawatir rapat bisa dibubarkan paksa bila lagu itu diperdenarkan lengkap dengan syairnya. Ia membolehkan Soepratman memainkan lagunya tapi tanpa syair.dan akhirnya Musik itu berakhir dengan tepuk tangan panjang.

5. W.R. Soepratman, Hidupnya Tanpa Cinta

Musisi dan cinta seharusnya berkait erat. Tapi entah mengapa, W.R. Soepratman meninggalkan misteri seputar kehidupan cintanya. Soperatman dikenal sebagai wartawan yang suka bermain musik dan kongko-kongko dengan para pemuda di markas Perhimpunan Pemuda Pelajar Indonesia di Kramat Raya 106. Ia mengenal musik sejak usianya 11 tahun. Pada 1938, ia pernah dibui Belanda. Usai dibebaskan, Soepratman sakit-sakitan.

Dalam catatan Kuisbini, karib sesama komponis, Soepratman kerap datang ke warung Asih di Kapasari atau warung Djurasim di Bubutan, Surabaya, untuk menghibur diri membunuh sepi. Namun di warung itu pun ia cuma melamun ditemani kue dan secangkir kopi. “W.R. Soeprratman menutup rahasia hidupnya dalam Taman Asmara,” tulis Kusbini suatu kali. “Taman Asmara” adalah istilah Kusbini untuk patah hati sahabatnya. Sayang hingga akhir hayatnya, Soepratman meninggal tengah malam 17 Agustus 1938, persoalan cinta itu tetap jadi teka-teki hingga sekarang.

6. Naskah Sumpah Pemuda Ditulis Satu Orang

Ketika Mr. Sunario sebagai utusan kepanduan tengah berpidato di sesi terakhir kongres, sekretaris Yamin yang duduk di sebelah kiri ketua menyodorkan secarik kertas pada Soegondo sembari berbisik, “Saya punya rumusan resolusi yang elegan.” Soegondo lalu membaca usulan resolusi itu, memandang Yamin. Yamin tersenyum. Spontan Soegondo membubuhkan paraf “setuju.” Usulan resolusi itulah yang menjadi isi sumpah pemuda yang kita hafal sampai sekarang ini.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

silahkan komentar